Sabtu, 05 Februari 2011

My Duty



My Devotional

Belajar dari dirinya


Terkadang saya memperolah kejernihan untuk mensikapi beberapa hal yang telah ataupun sedang terjadi pada diri saya. Seperti halnya pada saat saya melalukan therapy di Nakamura tanggal 2 Februari 2011. Meskipun ada no telp dari Nakamura tetapi saya tidak mengkontak sebelumnya hanya untuk sekedar memastikan untuk memperoleh layanan therapy. Saya mencoba mensinkronisasikan dengan apa yang telah saya pelajari sebelumnya. The Mind Power.
Kekuatan pikiran, intinya adalah bila kita meyakini sesuatu maka sebenarnya ada suatu mekanisme yang menjadikan sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Semua berawal dari pikiran, sama ! ketika saya menuju ke Nakamura maka pikiran saya telah saya penuhi bahwa di Nakamura nanti saya akan mendapatkan yang terbaik.
Alhasil saya mendapatkan yang terbaik (ini adalah pengantar ke fase pemahaman keliaran pikiran saya dalam otak atik kejadian – lebih tepatnya setelah saya memperoleh seperti apa yang saya pikirkan justru saya kemudian berpikir bahwa saya bisa saja mendapatkan sebaliknya.
Lalu terjadi Kontemplasi bahwa saya harus siap dengan apa yang akan saya peroleh – apa yang akan saya alami.Dalam mana itu saya kejar dan selami lebih jauh saya mendapatkan suatu pencerahan bahwa saya akan lebih baik dengan bermodal ikhlas maka saya akan sekaligus mendapatkan yang terbaik. Setelah mendapatkan apa yang telah saya pikir justru saya berpendapat bahwa sangat memalukan bila pikiran saya terus menerus saya jejali dengan permintaan dan keinginan (tepatnya menuntut semua yang saya ingin penuhi.
Selebihnya akhirnya bila melakukan suatu rencana,selalu saya ritualkan dalam bahasa pikiran adalah semoga kehendakku juga kehendak Nya, dalam arti luas bahwa saya siap dengan apa yang Allah berikan kepada saya. Hampir mencapai kebulatan roso bahwa sebenarnya apa yang saya miliki ataupun apa yang sedang dan telah terjadi semata-mata adalah “TerbaikNya” untuk saya. Saya pun sedang mengusili pernyataan bahwa tidak ada produk gagal dari Tuhan, saya mencobai makna dalam kalimat tersebut bahwa setiap apa yang kita sukai dan apa yang tidak sebenarnya itu adalah komponen keseimbangan (balancing power) Kalaupun saat ini ada faktor pembatas dalam memahaminya mungkin itu sekedar saya belum bisa melihat dari “posisi yang lebih tinggi”. Saya menempatkan paradigma diri pada level yang sama pada kejadiannya, padahal untuk memahaminya saya harus lebih tinggi pengetahuannya. Apa ini yang dinamakan dengan dewasa? Atau cerdas spirit nya? Saya tidak mau memastikannya – yang ada saya akan terus berproses karena saya meyakini bahwa saya adalah karya Tuhan yang luar biasa dengan suatu tujuan dan telah diperjalankan di permukaan bumi ini hingga waktu ini.