Kamis, 06 Februari 2014

Mimpi Indah

Ketika terbangun hari ini saya begitu kaget bercampur gembira, bisa jadi saya boleh menggambarkannya sebagai kejadian yang langka. Tetapi saya gembira atas mimpi itu, kenapa?. Saya bermimpi di ujung subuh hari ini sepertinya saya berada di depan baitullah. Iya,  saya mengalami pengalaman - sensasi yang luar biasa karena sedang berdiri mengamati Ha
jar Aswad - batu dari langit yang biasa di cium oleh para pengunjung Ka'bah.
Mimpi itu sempurna sekali menggambarkan situasinya disana sangat real dan hidup, padahal saya juga belum pernah ke sana sebelumnya.
Benar kalau dibilang bahwa "Pikiran itu mendahului realita" Pikiran adalah kompas untuk suatu tujuan, siapapun yang berani bermimpi itulah penakluk masa depan. Saya salah satunya, karena saya telah berani untuk bermimpi, bermimpi untuk semua hal.

Rabu, 05 Februari 2014

Menjadi Baik



Ketika saya bergegas keluar dari halaman Puskesmas Pajang, perhatian saya tertuju ke sepeda motor yang diparkir di samping kendaraan saya. Plat AA…. F, ahh ini pasti satu daerah dengan saya pikir saya. Dan sayapun membuka percakapan dengan pemiliknya, seorang pemuda yang masih muda dan sopan sekali. Ternyata Beni dari Wonosobo dan keberadaannya di Puskesmas sedang bekerja untuk Solo Peduli.
Saya tahu dia sungkan untuk menawarkan program itu kepada saya, atau mungkin si Beni punya alasan lain. Tapi bukan saya kalau tidak bisa menghidupkan suasana, hingga  akhirnya si Beni yang speechless pun bisa bicara panjang lebar, ngalor ngidul - ngetan ngulon. Good.
Marketer juga manusia, mungkin itu kalimat yang pas untuk menggambarkan situasi tadi siang. Walhasil si Beni bisa merekrut saya sebagai salah satu donatur dari program yang di bawanya. Saya kan seorang marketer dan ternyata juga bisa dipersuasive oleh Beni. Hehehehehe.  Padahal saya juga punya reputasi dan jam terbang tinggi, toh ternyata saya bisa diyakinkan olehnya.
Saya pikir dan analisa kenapa saya bisa mau dan memutuskan untuk partisipasi pada  Solo Peduli. Owh, ternyata saya cuma ingin bisa menjadi orang baik (menurut ukuran saya). Saya juga nggak peduli dengan embel-embel apapun karena memang saya sudah meyakini bahwa pujian dan celaan itu “beti”: beda tipis. Ada perasaan yang sangat menggembirakan dalam pikiran saya karena saya mampu memilih tindakan saya dalam kapasitasnya sebagai manusia. Berbuat baik tidak harus menunggu saya menjadi hartawan, ataupun saya kelebihan harta. Toh nyatanya begitu sore hari saya ajak salah satu teman untuk menjadi donatur, dia mengatakan belum siap finansialnya. Nggak ada yang salah dengan semua keputusan siapapun yang ada adalah mampu memutuskan sesuatu yang baik bagi dirinya. Puas sekali saya merasakan sensasi ini dan karunia yang Allah berikan setelah saya dimampukan untuk menjadi lebih baik dalam mengisi kapasitas diri saya sendiri. Mungkin memang sudah datang waktu Nya untuk menjadi merasa  lebih terhormat dari kemarin.
Pertimbangan logisnya adalah, donasi-donasi itu akan sangat berguna bagi mereka yang membutuhkan. Taruhlah Beni yang cuma lulusan MAN dari Wonosobo dan kini sedang menuju takdirnya, mungkin kelak dia akan menjadi lebih baik dari saya, menjadi manusia besar. Meskipun dia menerima beasiswa dari Solo Peduli, ia pun sadar diri untuk membaktikan kesempatan dengan bekerja untuk yayasannya. Kesadaran itulah yang paling mempersuasive diri saya untuk saya bisa berbuat sedikit kepada Solo Peduli. 
Pun ketika Beni closing, dia mengucapkan terima kasih dan semoga dana itu bermanfaat - diridloi Nya. Ketika itu saya kaget dan merasa apakah saya pantas memperoleh doa seperti ini? Atau memang sudah lama saya tidak peduli kepada orang lain? Saya sama sekali tidak bermain peran dan respon yang tiba-tiba muncul ketika itu saya hanya  merasa nggak pantas diucapi penghargaan. Saya hanya merasa bahwa memang sudah seharusnya saya berbuat itu, ya Allah mohon maaf atas kelancangan hamba yang tidak pandai bersyukur, namun lewat Beni Engkau telah buka mata hati hamba. Semoga hamba menjadi makhluk Mu yang taat di waktu-waktu mendatang dan pandai bersyukur pula.