Senin, 16 April 2012

My Family

Minggu, 15 April 2012

Ibu telah berpulang


Tanggal 14 April 2012 tentunya akan selalu menjadi ingatan yang di luar kepala, karena pada hari itu Ibu tercinta wafat dengan tenang dalam genggaman tangan saya, bapak dan saudaraku, Mbak Win dan adik Lukita. Saya sudah ikhlas akan kepulangan beliau di sisi Tuhan dan saya pertahankan dan saya jaga adalah kenangannya.
Pada hari ini ketika saya bertolak dari Kebumen ke Solo dengan menumpang kendaraan pemadu moda Damri timbul ide agar saya di mampukan untuk menulis detik-detik kepergian beliau.
Tanggal 12 April ketika sampai di Kebumen, saya bertemu dengan ibu yang tengah terbaring lemah karena memang asupan makanan yang seharusnya menjadi penopang hidupnya justru tidak ada karena ibu tidak mau makan, yang di konsumsi beliau hanya minum dan juice buah. Seperti biasanya saya pun mengambil peran untuk merawatnya, dan ketika duduk di samping dan menatap dahinya, terkejut lah karena saya melihat adanya tanda-tanda lebam mayat. Saya mencoba menghibur diri hanya sekedar sembunyi dari kenyataan bahwa saya tidak mampu melihat kondisi itu.Tapi kemudian saya abaikan dan tetap merawat seperti biasanya.
Hari Jum'at, 13 April 2012 ada keponakan ibu yang datang : Mas Purnomo dan mbak Lelik dari Purwokerto dan ibu masih bisa berkomunikasi dengan baik. Meski kondisinya lemah dan suaranya cedal. (Saya pikir karena ada sariawan). Dan sore jam 14.30 saya dan bapak ke Kantor Kecamatan Kebumen untuk E KTP dan sepulang dari sana di rumah kedatangan tamu dari tetangga dan bekas murid bapak (mbak Wati untuk meberikan juice manggis dan madu). Saya pun tidak acuh akan hal - hal aneh karena memang ibu masih bisa ingat dan dapat berkomunikasi.
Hingga malam hari tiba, pukul 22.00 tampak bapak, kakak dan adik saya sudah terlelap dalam tidur dan saya bolak-balik membetulkan posisi tidur ibu, karena beliau merasa tidak nyaman. Dan sembari dalam tidur beliau bicara yang tidak jelas artinya karena cedal. Nah, karena saya tidak paham akan "nglindur"nya maka saya mencoba tidur dikursi dekat pembaringannnya.
Ternyata kata-kata yang kerap terdengar tadi telah membangunkan tidur dari bapak dan ketika itu kata bapak, saya dan saudara-saudara tampak pulas sehingga bapak menunggu ibu sendirian. Dan menjelang jam 01.00 kakak dan adik saya terjaga dan menggantikan bapak menjagai ibu.
Sebelum saya di bangunkan, kata kakak saya ibu minta di gosok giginya dan seketika itu pun oleh kakak saya diambilkan sikat gigi dan close up. Kemudian saya di bangunkan oleh kakak karena kakak panik akibat ibu tidak bisa kumur. Saya mencoba tenang menghadapinya sembari mendengarkan penjelasan kakak. Adik saya cukup tenang dan mungkin karena adik juga sudah mencium gelagat tidak beres. Kakak saya tidak bisa membedakan suara "ngorok" pada orang yang sedang sakharatul maut. Karena kondisi memburuk maka saya mencoba membuka mata beliau dan pupil nya sudah membesar (tidak respon cahaya) dan saya mencoba memberikan air pakai sendok sembari membimbingnya. Laa illah hailallah - muhammadarosulillah, Allah. Allah. Upaya ini di respon beliau dan saya mendengar kata Allah, Allah, dst sambil mencoba menarik nafas yang sudah pendek dengan ritme yang meningkat.
Suasana kami berempat akhirnrya membangunkan tidur bapak dan bapak segera mengambil peran pemimpin dan menyuruh kami bertiga + adik ipar dan keponakan ambil air wudlu untuk membacakan yassin. Saya mencoba mengambil kesempatan terakhir untuk meminta maaf, dan mendampingi beliau sambil saya genggam tangannya. (Tangannya terasa dingin) dan saya membaca keembali yasin untuk mengantarkan kepergiaannya. Tabah dan sedih itu pasti tapi kuat iya. Dan akhirnya, pukul 01.47 menit bapak minta cermin kecil untuk mengetes uap air dari hidung beliau. Tidak ada uap air di permukaan cermin. Dan saya pun ketika itu belum yakin maka saya tes ke 2 dan memang 01.50 secara positif ibu wafat dan bapak meminta kami bareng-bareng mengucap Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Ketika menposisikan tangan beliau itulah tangis saya baru meledak dan saya sedih yang tidak terukur dengan parameter apapun. Meski demikian akal dan logika saya tetap bekerja sehingga adik dan kakak yang menenangkan saya pun berhasil dan saya bangkit untuk segera mengatur segala sesuatunya karena ibunda sudah berpulang. Telpon, sms ke sanak keluarga, handai taulan dan teman-teman saya lakukan. Begitu juga adik ipar yang dan semua saudara-saudara saya bergegas memberitahukan wafatnya beliau ke tetangga dan sontak rumah menjadi ramai.
Di situlah sesi kontemplasi, mengguggah kenangan akan ajaran dan nasihat ibu muncul semua dan saya mencoba mengingat semua apa yang pernah beliau ajarkan.
Selamat jalan ibu, ibu adalah pribadi luar biasa dan saya akan mengemban amanah sehingga keluarga besar Soedarsono akan tetap kokoh.