Kecelakaan yang menimpa
Abdul Qadir Jaelani (Dul) mengundang tanggapan berbagai pihak. Bisa jadi karena
Dul adalah anak pasangan artis yang selama ini dikenal kontroversial sekaligus
news maker. Berkali-kali membaca media on line mengupas dan mengabarkannya dari
menit ke menit bahkan berhari-hari, menjadikan saya pun memikirkan dan
merenungkannya.
Saya mencoba untuk
mengkosongkan isi pikiran dan hanya mencerna
berita yang disuguhkan. Ada yang simpati, empati, melakukan pelayanan, karya nyata bahkan
ada yang oppourtunis. Dan yang terakhir bahkan mentasbihkan diri untuk menjadi hakim sekaligus memanfaatkan moment
kecelakaan dari Dul ini untuk membunuhi
karakter Ahmad Dhani - Maia. Setiap jiwa
layak dihargai dan tidak boleh dihilangkan secara semena-mena.
Belajar dari musibah ini,
saya berpikir “sangat tidak adil” untuk menimpakan kesalahan ini dengan begitu
saja kepada Ahmad Dani, Maia ataupun Dul. Lepas dari masalah dan kondisi
kehidupannya sehingga dijadikan alasan bahwa kecelakaan ini bermula. Dul
hanyalah korban bila kita akan melihat perceraian orang tuanya sebagai alasan tidak
sempurnanya pendidikan keluarga.
Bila kita melihat sisi
kebencian dan luapan emosi publik atas musibah ini, kita pun mudah mengurainya,
setidaknya kebencian itu muncul karena
kontroversi dari Dhani atau Maia yang sering mempertontonkan hal-hal baru di ruang publik,
baca melawan arus – norma. Cobalah
kita mengingatnya bagaimana saat Dhani menjadi juri, komentar pedas yang
diperlihatkan akan sangat cepat mengundang solidaritas publik untuk pro peserta
yang dikritisinya. Begitu juga pada diri Maia, apa yang dilakoninya pun banyak
mengundang cibiran.
Saya mencoba melepas latar
belakang cerita yang sudah ada atas kecelakaan Dul dan memandang fakta: ada
sebuah keluarga yang sedang kena musibah karena anak bungsunya menabrak serta
menelan korban meninggal. Bisa dibayangkan bagaimana rasa sedih, kecewa dan
marah muncul dari orang tuanya melihat keadaan ini berkumpul menjadi satu.
Pembelajaran dari kasus ini justru sangat luar biasa, Dhani dan Maia sepertinya
berbagi peran, welas asih keduanya muncul luar biasa karena kondisi Dul dan publik
menuntut peran itu secara simultan.
Kasih ibu sepanjang masa, ketegaran
yang tidak terukur dan keberanian serta tanggung jawab seorang ayah pun telah kita
lihat dari mereka. Yang lebih menarik lagi adalah ketika kita semua disadarkan
oleh silaturahmi keluarga korban meninggal yang tidak meninggalkan doa untuk
kesembuhan Dul. Sungguh ini pelajaran yang sangat istimewa dan bukan reality
show atas suatu skenario yang diciptakan. Saya sangat bersyukur dimampukan belajar
banyak dari musibah tersebut – memaafkan dan keikhlasan (kata kunci). Sadar untuk
bersandar, demikian yang saya lihat kepada semua pihak dalam cerita pilu
kecelakaan si Dul. Semoga kita semua bisa menjadi pribadi yang arif bijaksana, jujur - adil kepada diri sendiri melihat
sebuah permasalahan.