Sabtu, 28 Januari 2012

Ketika Aku Lebih dari Sekedarnya



Penting untuk menuliskan kesan mendalam dari Rakernas Bidan di Solo yang berlangsung dari tanggal 11 - 16 Oktober 2011, karena daripadanya saya telah memiliki beberapa kesempatan dan telah menjadi "breakthrough" tersendiri bagi seorang Tunggul Wijanarko sang penerus generasi Tjitra Atmadja. Kegiatan tersebut adalah pembelajaran yang mengasyikan bagi saya.
Meski saya harus capek dan montang-manting karena mengerjakan suatu tanggung jawab yang sebenarnya bukanlah tanggung jawab saya saat itu. Dan tidak pernah ada sedikitpun niat menjadi one man show. Semata-mata apa yang saya lakukan pada waktu itu karena saya di anggap mampu oleh "mereka". Mungkin jargon yang pas bagi saya adalah "sengsara membawa nikmat". Kesel nanging entuk ilmune

Bermula dari gladi resik di kantor, tiba-tiba ada pembisik agar saya ngacarani jadi MC pertemuan itu yang melibatkan petinggi dari Head Office-nya DKT, teman-teman dari 3 area kantor cabang PT SBF dan pihak EO yang akan menggelar exibition di The Sunan Hotel. Bukan hal yang sulit, hehehehh (aku kan punya sertifikat MC).
Berikutnya selama exibition ternyata saya tidak bisa santai juga, lagi-lagi di anggap mampu, saya di dapuk untuk memegang kunci etalase dan bertanggung jawab atas seluruh DA (detailing aid) sehingga semua info promosi pun harus saya handle dengan baik.
Huffh capek juga di saat mereka masih bisa ha ha hi hi - sementara, saya harus selalu sibuk menghitung stock,kontinuitas DA, dll. Belum lagi kalo ada peserta raker yang membutuhkan info pariwisata di Solo di luar akomodasi panitia. (Maklum, saya kan emang pelaku wisata Joglosemar)

Dan satu hal yang tidak akan pernah saya lupakan bahwa The Law of Attraction telah bekerja. Dan Tuhan pun bekerja untuk saya. Saya sudah lama sekali bermimpi : berdiri di dalam bus wisata sambil memegang mix + cuap-cuap di depan peserta wisata.

Ow ow ow - Gotcha!,
Terjadi dan terjadilah akhirnya, di dalam Bus Raya yang berkapasitas 30 penumpang, saya menjadi tour leadernya. Hotel demi hotel saya sambangi karena harus put off tamu dan kemudian di lanjutkan one night city ke Novotel Hotel Solo.

Amazing!
Tidak berhenti di situ - di Gala dinner nya DKT, saya bisa menghibur para undangan berduet dengan Neng Daisy untuk tarik kabel dengan lagu dangdutnya Pak Haji Oma Irama - Terajana. Perlahan dan pasti Ondrowino Resto memanas karena respon undangan sangat bagus (para bidan turun melantai) dan band akustiknya juga luar biasa mengimbangi keinginan ibu-ibu yang sudah kerasukan dangdut.
Wong Solo akan bilang " Regeng nDalu".
Hingga akhirnya saya sadar bahwa jam telah menunjukan pukul 21.00, waktunya saya harus menjadi tour leader kembali.Alhamdulillah, mimpi saya telah mewujud dan mimpi lain sedang saya rajut kembali.Saya semakin meyakini bahwa Semoga yang terjadi adalah kehendakNya dan seluruh alam semesta mendukungnya - memang tidak ada kata tidak bisa yang ada hanyalah tidak mau.. matur nuwun Gusti Allah

Jokowi di Mata Saya


Saya tergerak ingin menjejakan buah pikir ini sebagai apresiasi kepada Jokowi - The Change Agent, meskipun hingga sekarang saya belum ber KTP Solo tetapi kenal dan menyapa Bp Jokowi adalah sebagai keniscayaan yang luar biasa bagi saya. Awal kedekatan itu adalah karena saya sebagai keluarga Kalandara Foundation saya bisa mempermudah akses ke AD1 dan AD2. Dan ternyata birokrasi di Pendapi Agung sangat mudah dan ramah bagi siapa saja yang ingin lebih dekat dengan Pemimpin Solo ini.
Sosok Jokowi memang fenomenal. Namanya populer justru karena dia berani menempuh jalur tidak populer, tidak seperti yang dilakukan oleh para pemimpin lainnya. Banyak pemimpin daerah misalnya, lebih doyan narsis dengan memasang foto wajahnya di baliho-baliho di seputar kota. Jokowi mengaku tidak pernah melakukan sama sekali. Sebagai publik figur, Jokowi tetap membutuhkan branding. Tapi, branding yang dilakukan bukan sekadar branding yang berujung pencitraan. Branding yang dilakukan lebih mengusung pembangunan karakter dirinya sebagai seorang pemimpin yang tak lain adalah pelayan masyarakat.
Mendekatkan diri dengan warga menjadi langkah yang diambil Jokowi selaku pemimpin. Pendekatannya pun tidak pilih-pilih, tidak hanya memilih mereka yang mempunyai duit saja, tapi juga mereka yang secara strata ekonomi berada di posisi bawah. Ia lebih mengedepankan program ekonomi kerakyatan. Sebab itu, ia mempunyai program untuk memberdayakan pasar-pasar tradisional ketimbang mall (meski tidak suka mall, dia mengaku tidak anti mall). Dia juga menjamin perlindungan kepada para pedagang kaki lima yang di beberapa kota lain rentan oleh penggusuran dan kekerasan dari SatPol PP. Lebih menarik lagi, Jokowi berhasil mengubah citra SatPol pp yang sangar dengan citra yang lebih mengayomi. Ia pun memasang para pamong praja perempuan untuk memberi sentuhan pengayoman tersebut.
Dalam hal penataan kota, seperti yang ia ungkapkan di awal tahun 2011, Jokowi menerapkan strategi co-creation. Ia ingin menerima masukan sekaligus melibatkan warga dalam pembangunan tersebut. Salah satu caranya, ia membuka sayembara pembuatan desain kota. Ini satu langkah lebih maju ketimbang lelang yang selama ini sering digunakan di kota-kota lain. Dengan sayembara ini, Jokowi berhasil merangkul warga dari aneka profesi untuk terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota Solo.
Meski tetap memelihara kultur dan tradisi di Solo, Jokowi tidak ingin Solo menjadi kota yang terasing. Konektivitas kota Solo dengan kota-kota lain di Indonesia, bahkan dunia, menjadi sesuatu yang signifikan di era sekarang. Internet menjadi kunci. Jokowi ingin membangun Solo sebagai connected city dengan sebutan Cyber City. Upaya konkretnya adalah dengan memasang layanan hotspot gratis di 51 titik kelurahan, lima titik kecamatan, dan 17 titik di areal publik. Bahkan, ada rencana membangun zona hotspot sepanjang tujuh kilometer dari Kleco sampai Panggung dengan jarak sebar kanan-kiri sejauh 500 meter.
Konektivitas ini juga ia bangun sendiri dengan terjun di media sosial, jejaring sosial yang sedang tren. Dengan akun @jokowi_do2, ia menyapa dan dengan telaten melayani respons dari pengikutnya di Twitter. Twitter dengan biografi berbunyi “Pengennya sederhana dalam kesederhanaan” itu saat tulisan ini diturunkan memiliki pengikut sejumlah 72856 akun. Ia juga bisa disapa dan menyapa di laman Facebook di http://facebook.com/jokowi.
Kabar terakhir, walikota Solo ini mengkampanyekan mobil buatan Anak Negeri, yakni siswa-siswa SMK 2 dan SMK Warga Surakarta. Ia pun tidak sekadar berkampanye, tapi juga menjadikan mobil buatan pelajar Solo itu. Sebelumnya, ia dikabarkan menolak untuk mengganti mobil dinas lamanya sedan Toyota Camry dengan mobil baru. Mobil warna hitam bermerek “Kiat Esemka” langsung dipasangi plat nomer AD 1 A. Jokowi mengaku senang sekaligus bangga dengan mobil buatan anak Indonesia yang menurutnya tidak kalah dengan buatan Jepang tersebut. Ini menjadi contoh keberpihakan Jokowi pada produk buatan dalam negeri. Meski tentu saja, mobil ini kudu melewati ujian panjang di lapangan.
Paling tidak apa yang dilakukan oleh Jokowi bisa dilihat “melawan arus” di tengah keglamoran dan sikap boros yang ditunjukkan secara vulgar oleh para pejabat, baik yang ada di daerah, di jajaran kabinet, maupun di gedung DPR.
Tapi, itulah Jokowi yang lebih senang membangun karakter sebagai pribadi dan pemimpin ketimbang gembar-gembor janji kampanye kosong penuh muslihat alias branding tanpa isi. Dengan membangun jejak rekam yang baik inilah, kepercayaan masyarakat akan tumbuh. Inilah branding with character dari sosok Jokowi– mungkin Jokowi sendiri tidak suka dengan istilah branding yang saya pakai ini.
Sebagai manusia, tentu saja Jokowi bukanlah superhero yang sempurna seratus persen tanpa cacat. Jokowi juga memiliki kelemahan dan keterbatasan. Tapi, kelemahan dan keterbatasan ini tidak menjadi alasan untuk membangun diri sebagai seorang manusia dan pemimpin yang baik. Dan, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengkultuskan dirinya secara individu. Branding without character is nothing!*Referensi: www.the-marketeers.com