Minggu, 13 September 2009

55:13


55:13

Fa bi ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzibaan. Yach ayat ini pernah menjadi pemikiran saya beberapa tahun yang lalu, karena ada sesuatu yang menggelitik di benak saya seputar keunikan kemunculannya. Suatu siang di tahun 2005 an saya tengah istirahat siang dan tiba-tiba kesadaran saya muncul karena mendengar latunan ayat ini dari surau dekat rumah. Yang menjadi pertanyaan saya kenapa ayat ini berulang-ulang sedemikian rupa. Maka dengan berbekal keingintahuan saja, saya mencoba mencarinya di Al Qur’an - surat apa yang tengah terdengar dan Subhanallah dengan pas dan beruntungnya saya ketika itu yang terbuka adalah surat Ar Rahman dari lembar-lembar mushaf setebal 1304 halaman.

Ucapan pertama yang keluar dari mulut saya adalah “ Ajaib” ; baca kemudahan. Allah telah memudahkan saya untuk membaca ayat Nya. Tidak berhenti sampai disini rasa ingin mengexplorenya, saya kemudian mencari arti darinya dan mencoba menghitung ternyata 31 kali Allah mengingatkan akan “ Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan”.Dan di penghujung ramadhan tahun 2009 ini, disaat saya menjalankan puasa di hari ke 22 – 23, kembali Allah memberikan clue Nya kepada saya. Ayat ini kembali muncul dan seolah-olah memberikan inisiatif agar saya belajar sesuatu. Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan belajar dan rasa syukur ini sebagai hidayah pribadi.

Median waktu ashar pukul 16.30 saya ingin sekali keluar dari kamar kost untuk mencari buka puasa (gila sekali saya waktu itu, bayangkan masih 71 menit lagi beduk magribnya). Tapi bukan tanpa alasan pada waktu itu karena saya berencana akan ke toko buku dan dilanjutkan ke warung makan. Singkat cerita saya berada di TB Toga Mas dan pandangan mata saya tergoda akan tumpukan majalah di rak dekat kasir, meski ditangan saya sudah menjinjing barang yang siap di bayar. Lama tertegun dan tertahan sembari membolak-balik lembar majalah dan akhirnya saya eksekusi untuk segera membayarnya.

Satu kemudahan lagi dari Allah ta’ala. “ dimana-mana jika ditanya : apa tujuan ibadah, jawabnya pasti cari pahala. Justru disini pangkal kekeliruannya. Lho koq salah? Itu dia – kita pahami dari arti dan niatnya”. Kalimat itu yang menghujani pertanyaan di pikiran, maka tanpa ba bi bu lagi saya lahap artikelnya dan untung otot saraf syukur saya menterjemahkannya ini adalah petunjuk Nya. Satu hal terpenting dari Allah yang telah mengajari dan menggerakan makhluknya dengan berbagai cara. Saya akhirnya bisa memahami dan menyadari kesalahan sudut pandang saya akan ibadah yang selama ini telah saya kerjakan. Rasa malu dan merasa kecil dihadapan Nya membuat saya ingin belajar lebih baik lagi. Ini memang ibrah agar pahala bukan dikejar-kejar, ibadah tak lain adalah proses melatih iman dan taqwa. Dari sinilah saya menjadi mengingat kembali akan kesadaran. Bahwa tidak semua amal bisa menjadi ibadah.

Proses diatas ini ternyata setelah saya set back, hal tersebut telah disentil 2 tahun silam. Hanya karena, kesombongan, bebal dan keterbatasan otak saya maka ketika itu saya tidak mampu membaca isyarat ilmu-Nya. Pada waktu itu saya bertemu kembali dengan mbak Yudhid Kolopaking, Ki Gede Solo dan kami bertiga cukup lama diskusi di city walk depan Hotel Arini Solo hingga pukul 23.00. Berikutnya dalam sms-nya, Mbak Yudhid menyarankan untuk membaca sederet daftar literature untuk membekali wawasan hidup saya. Beliau kala itu mengatakan bahwa setelah saya melampaui “ini” maka hidup saya akan lebih baik. Saat itu justru saya lebih memilih silabus “The Law of Attraction” dll. Dan ada satu buku yang saya antipati untuk memilikinya, Quantum Ikhlas. (saya tengah disibukan dengan sekulerisme dimana saya belajar “Agama tanpa Tuhan”, ini istilah yang paling tepat menurut saya sekarang ini). Meski dari perjalanan prosesnya, semua ini tidak akan menjadi rasa penyesalan di dalam diri saya). Dan saya menolak keras atas rujukan buku tersebut karena alih-alih saya ingin memerdekakan pikiran dari sekat-sekat dialektika islam saya.

Tetapi pada waktu ini setelah saya mengenal Bu Yanto sekeluarga (terima kasih Bu, atas fasilitas dan keseluruhannya, terutama kesabaran dan kesempatan yang Ibu berikan dalam sesi diskusi dan berujung kepada pemberian hak baca “Re-code Your Change DNA”, dirumah Ibu pula saya dapat mengakses internet – El Kamil network dan bertemu Bp Agus yang telah menginisiasikan saya untuk lebih rendah hati, satu hal penting yang beliau katakan bahwa “kesadaran spiritual akan muncul di dunia korporasi melalui kajian capital spiritual”, darinya pula saya disarankan untuk merobohkan dinding keegoan. (akhirnya silabus Quantum Ikhlas yang disarankan dari Mbak Yudhid Kolopaking 2 tahun lalu, dan direferensikan juga oleh Bu Yanto dan Bp Agus sekarang ini sudah ditangan dan menjadi hak saya). Tuhan ijinkan saya untuk mengenal Mu.

Sekarang ini di saat saya menyongsong dan menjemput takdir Nya, Insya Allah saya akan berusaha lebih baik lagi, setelah menyelesaikan waktu “ini” (code-nya Mbak Yudhid Kolopaking) dan terima kasih pula kepada ”Mbak Elyzabeth D Inandiak, tanggal 8 November 2008 anda telah memberikan candra sengkala dalam untaian kata: ” kadang jalan iman harus melalui pintu kebatilan” – Cethini Cinta yang Hilang”. Anda luar biasa meski anda seorang wanita katholik Perancis tetapi anda sangat expert dalam kajian Islam Jawanya. Saya tertawa sambil menulis kalimat terakhir ini karena pikiran saya menerobos kembali, masa 2 tahun perjalanan pencarian iman saya. Saya tertawa atas kebodohan yang tidak disadari oleh pikiran saya, Btw it is my way.

(Ramadhan, 24 1430 H, 05:26 WIB)

Tidak ada komentar: