Saya selalu sedang mencoba untuk menanda apa yang telah menjejak di dalam perjalanan hidup saya,saya ingin menjadi pribadi yang dapat mengkoreksi jejak-jejak makna yang telah mengantarkan saya hingga sekarang. Bisa jadi apa yang tertulis sulit bagi saya untuk memahaminya tetapi di kesempatan berikutnya saya pasti dapat berpijak atas dasar jejak saya sendiri.
Minggu, 13 Maret 2011
Sahabat China ku
Saya telah bertemu dengan sahabat lama, mereka dari keluarga China. Dan tampak Ny Sindhu dan putra sulungnya tengah berbincang sambil menunggu kereta Sawunggalih. Saya pun segera menghampiri mereka dan menyalami mereka. (sejenak saya baru sadar bahwa salaman dengan orang beda ras tidak lazim) Tetapi bagi saya tidak berlaku pemikiran seperti itu. Setahu saya siapapun orangnya kita harus menempatkannya dalam kondisi saling menghormati. Hingga akhirnya saya turut berdialog panjang lebar dengan mereka, Nyonya Sindhu ternyata sedang mengantar putra sulungnya yang akan kembali ke Taiwan untuk bersekolah kembali. Daripadanya saya memetik pelajaran bahwa
■kasih ibu itu sepanjang masa.
■Budaya China mencerminkan keuletan yang luar biasa karena saya tahu persis, Nyonya Sindhu hanya seorang penjual obat, tapi semangat dan daya juangnya luar biasa.
Meski akan berangkat ke luar negeri, putra sulung Nyonya Sindhu sama sekali tidak kelihatan arogansi malah boleh di bilang sangat santun dan lembah manah (rendah hati) dan bawaannyapun sederhana di bungkus tas kresek hitam.
Thaar dalam kepala saya, saya malu dan merasa perlu intropeksi diri lagi dengan gaya hidup saya. Apakah saat ini saya sudah benar dalam membelanjakan kesempatan hidup saya? (terima kasih Nyonya Sindhu, Anda telah mengajari saya akan satu hal.)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar