Ketika saya sarapan di
tempat warungnya Bu Endang perhatian saya tertuju kepada salah satu pembeli
yang membungkus sarapannya. Sepertinya pembeli perempuan itu memang
terburu-buru karena masalah jam kerjanya. Yang bikin saya memelankan kunyahan nasi
di mulut adalah ketika menyaksikan ia menulis apa yang dibelinya dan tanpa
membayar cash kepada Bu Endang lalu beranjak pergi.
Sambil berseloroh saya
bilang” lho Bu Endang, tampaknya dia nyorek (nulis – ngebon) atau memang sudah
langganan?” seraya pengin tahu (kepo ya..?). Bagaimana tidak kepo lah, hari
gini masih ada warung makan yang kasih utangan. Ternyata apa yang saya pikir tidak se-ekstrim
apa yang saya pikirkan.
Singkat cerita, Bu Endang
ternyata jauh hari sebelumnya telah menandatangani MoU dengan management
BreadTalk Solo Square, di mana untuk memenuhi kebutuhan makan pekerjanya di tetapkan
warung makan Ibu Endang sebagai rekanan. Wuihhh hebat ya, saya nggak nyangka
apa yang dilakukannya.
Dengan ekpresi bicara yang paaaaanjang
dan leeeeebar plus antuasias Bu Endang cerita bahwa kerjasama yang dijalin itu
atas dasar saling percaya dan menjunjung azas “sebaik-baik manusia adalah yang
memberi manfaat kepada lainnya”.
Ckk ckkk ckkk - piye kuwi Bu
? Mereka (bocah-bocah karyawan toko roti) sudah menganggap aku seperti simbok,e dan tiap hari mereka makan tidak
saya tentukan susunan menunya. Boleh pilih ini atau itu seperti yang mereka mau/sukai. Dan apa
yang mereka makan masing-masingnya
setiap hari akan direkapitulasi untuk
di klaim per bulannya. Jadi tiap pekerja tidak sama biaya makannya tapi
total keseluruhannya akan saling mensubsidi. (Piro tow Bu budget perbulan nya ? sambil tersenyum penuh passion ia berbicara lirih - Rp
diatas 5 jeti, haaa?)
Huffh, saya gelo sekali kenapa
baru mendengar cerita luar biasa itu ? Sepertinya itu sesuatu yang sederhana
tetapi butuh ketekunan dan keuletan kesabaran plus memakai hati – roso. Kalau saya
sich tidak sanggup bilang itu sederhana, namun lebih pas kalau dibilang sebagai
smart (cerdas). Bisa jadi Ibu Endang tidak melalui teori pemasaran legacy tetapi yang
dilakukannya sudah mencapai strategi era new wave marketing. Beliau sadar bahwa
bisnis warung makan adalah bisnis di pasar horizontal dimana reputasi dan
partnership menjadi hal yang maha penting. Ia telah menerapkan komunikasi dua
arah meski ia tidak sadar akan aktiftas pemasarannya. Dan sebenarnya apa yang
terjadi itu bisa disebut sebagai penerapan dari promosi menuju komunkasi, low
budget high impact tentunya. Bravo buat Ibu Endang dan saya tunggu masakan
spesialnya buat saya : Mangut Iwak Pe, Bothok Kemangi atau Capcay dan Tempe
Glepung nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar