Sudah beberapa tahun silam
saya memulai membaca “Serat Wedhatama” karya dari KGPAA Mangkunegara IV. Bahkan hingga kini saya masih terus mencoba untuk
menembangkannya lirik dalam serat
tersebut. Satu favorit saya adalah yang berbentuk Sekar Pangkur.
Liriknya adalah : Jinejerneng wedhatama, mrih tan kemba,..... dst.
Berawal membaca serat Wedhatama yang di tafsir oleh Anand Khrisna - saya sangat kagum terhadap karya tersebut
dan akhirnya muncul dorongan untuk sowan ziarah ke Girilayu - Gunung
Tempat Bersemayam Orang-orang Mati. Bukan suatu apa-apa bilamana saya berkunjung ke sana, selain untuk menggenapkan "roso" dari nyecep sari nya Serat Wedhatama. Sebenarnya yang pertama kali mengenalkan sekar itu adalah guru saya SDN 7 Kebumen - Bp Sudjadi. (Hebat ya, waktu itu SD saya cuma tahunya nyanyi Jawa tetapi setelah ndolor dewasa baru ngeh sejatine sekar tersebut).
Sebuah perwujudan luar biasa
di sebelah timur Solo yang berjarak kurang lebih 30 Km dan di bangun pada tahun 1881. Sebuah makam yang
terbuat dari baja berukuran 20 X 10 Meter dengan tinggi 7 Meter,
sejarahpun mencatat bahwa baja itu di
import dari Belanda yang mendarat di Pelabuhan Semarang kemudian diangkut
dengan kereta api dari Semarang ke Solo. Nah, dari Solo diangkat secara manual
ke Girilayu yang berketinggian 1250 dpl. Bayangkan mas – mbak Broo. Rekasa
biyaaaaanget tow anggone nggawe kuburan.
Berbekal dengan niat baik plus
nothing to lose (suwung - tebih ing pamrih) saya mencoba approach kepada Bp
Tugiman selaku kuncen di makam tersebut. Saya bisa katakan negosiasi tadi itu
mulus-lus, bahkan bapak kuncen itu
mempersilakan saya untuk menikmati suasana hening, tintrim dan meditatif di dalam mouseleum
seorang diri. Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan pengalaman
luar biasa.. Semoga apa yang saya peroleh hari ini akan menjadi bekal perjalanan
hidup saya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar